HARI PANGAN SEDUNIA: Petani Pejuang Pangan dan Gizi Bangsaku

Artikel Lomba Hari Pangan Sedunia 2015 diselenggarakan PERGIZI PANGAN Indonesia
Berapa harga beras di Balige? Rp13000,00 per kilogram. Sementara harga beras di Medan adalah Rp9000,00 per kilogram. Padahal, BALIGE ADALAH KAWASAN PENGHASIL BERAS.
Itu adalah kata-kata Bapak Letjen TNI (Purn). Dr. (HC) Tiopan Bernhard Silalahi, dalam acara pengukuhan siswa/i di asrama yang didirikannya.

Wah, sebentar lagi hari pangan sedunia (16 Oktober), mungkin ini bakal topik bahasan yang menarik. Berhubung hari ini libur Idul Adha, saya pun memutuskan untuk jalan-jalan ke Balige, sekalian mau menikmati Danau Toba dan cari-cari inspirasi buat tulisan. Teman saya yang kebetulan orang Balige merekomendasikan tempat yang pas, Desa Lumban Bul-Bul. Desa itu terletak di tepi Danau Toba, dan sebagian masyarakatnya juga berprofesi sebagai petani.

Sawah di Lumban Bul-Bul
Sawah di Lumban Bul-Bul

Ya! Setelah saya sampai di desa ini, saya merasa telah menemukan tempat yang paling tepat. Di kiri, ada petani tambak (dengan ikan mas) dan di kana ada petani beras (dengan sawah luas membentang). Ketika melintasi jalan ini, satu pertanyaan timbul di hati saya "Kok bisa harga beras di Balige lebih malah daripada di Medan?". Saya berharap, di Hari Pangan Sedunia ini, saya bisa menemukan jawaban atas pertanyaan yang timbul di hati saya.

Ternyata, di sawah, ada satu orang yang sedang bekerja. Hey, tunggu dulu! Dia masih seumuran saya. Saya langsung saja dekati. Namanya Bonardo. Dugaan saya benar, dia seumuran saya. Masih kelas 1 SMA. Tanpa ada janjian dan persiapan, saya langsung saja tanya-tanya kepada petani junior ini.

Saya     : "Lagi ngapan lae*?"
                    *Lae adalah istilah yang digunakan untuk menyapa orang yang seumuran, tapi belum pernah berkenalan
Bonardo: "Lagi mangula" (mencangkul)
Saya     : "Kenalkan lae, aku Rio. Aku mau nanya tentang pertanian di Balige ini lae"
Bonardo: "Oh, silakan... Namaku Bonardo"

(Saya sebenarnya agak penasaran, biasanya orang Batak tutur katanya tidak sehalus ini. Selidik punya selidik, ternyata karena Lumban Bul-Bul ini adalah daerah pariwisata andalan Balige, masyarakat sekitar dilatih untuk bertutur sapa ramah kepada turis)


  • Kecil-kecil sudah jadi pejuang pangan


Saya     : "Sejak kapan Bonar bekerja di ladang?"
Bonardo: "Sejak mau masuk SMP. Saya harus bantu-bantu orangtua. Dulu kerjanya masih yang  
                 mudah dan sederhana, setelah SMP kelas 3 baru kerjanya mulai agak berat, seperti 
                 mencangkul"

Wah, saya mah waktu masih SMP hanya tahu main game. Sepertinya, Bonar ini memang sosok seorang petani pejuang pangan dan gizi bangsaku. Saya masih kaget dia sudah bertani sejak SMP.

Saya     : "Apakah semua anak dan remaja di sini membantu orang tua?"
Bonardo: "Ya, kalau tidak membantu di sawah, mereka membantu di tambak ikan. Saya dulu waktu 
                SMP dapat jatah menabur pakan ikan ke tambak. Setiap hari."

Bukan hanya sekedar petani muda, tapi Bonardo ini sepertinya petani multitasking muda. Mereka mereka inilah pejuang pangan sesungguhya, dan biarlah di hari pangan sedunia, semua orang mulai menghargai pangan dan terlebih orang yang berjuang untuk itu.

Saya     : "Oh ya, Bonardo membantu orangtua setiap hari atau kalau libur saja seperti hari ini?"
Bonardo: "Ya setiap hari, lah! Mulai pulang sekolah sampai matahari terbenam"
Saya     : "Kenapa kira-kira orang di sekitar sini harus membantu orangtua bertani setiap hari?"
Bonardo: "Kalau tidak seperti itu, hasil panennya tidak cukup untuk membiayai hidup"

Ternyata, dibalik proses produksi pangan tanah air, ada tangan-tangan kecil anak bangsa ikut bekerja setiap hari. Biarlah hari pangan menjadi peringatan untuk kita bahwa petani perlu dihargai.

Jam makan siang pun datang, matahari sudah berada diatas kepala. Sambil beristirahat, Bonardo ternyata bersedia mengajak saya mengunjungi tambak ikan. Tapi, saya ajak Bonardo untuk makan siang terlebih dahulu. Sebagai rasa terima kasih, saya bayar makan siang kami berdua dan kami makan sampai kenyang.

Perut sudah terisi, sekarang kami sudah berada di atas Danau Toba, lebih tepatnya di kerambah ikan milik keluarga Bonardo.


  • Pejuang Gizi, Kekurangan Gizi


Saya     : "Kalau petani di Balige ini, kira-kira bagaimana keadaan ekonominya"
Bonardo: "Rata-rata, keadaan ekonominya masih menengah ke bawah. Masih orang susah semua. 
                 Kehidupan petani disini kurang diperhatikan. Jarang ada penyuluhan tentang pertanian. 
                 Cuaca juga belakangan ini semakin tidak jelas. Kami sebenarnya masih takut menghadapi 
                 hari esok, karena kondisi petani jarang diperhatikan pemerintah."

Ternyata, beginilah tanggapan para petani terehadap hidup mereka sendiri. Negara kita masih kurang memperhatikan petani. Padahal, kita bisa makan enak, bisa hidup nikmat karena adanya petani tulang punggung pangan dan gizi bangsaku.

Saya     : "Bagaimana dengan kondisi kesehatan para petani. Apakah ada yang memperhatikan?"
Bonardo: "Saya sendiri heran, padahal kami petani ini adalah orang-orang yang sibuk menghasilkan 
                 makanan untuk semua orang setiap hari. Tapi kami terlihat seperti manusia-manusia 
                 kurang gizi. Kami menghasilkan makanan, tapi kekurangan makanan."

Petani hidup mati bangsaku. Petani hidup untuk memperjuangkan gizi anak bangsa, tapi mereka sendiri kekurangan gizi? Menurut saya ini sungguh tragis.


  • Ternyata, Masih Ada Yang Peduli  


Saya     : "Jadi, apakah tidak ada orang yang peduli terhadap kondisi petani negara kita?" 
Bonardo: "Saya bersyukur, karena sebenarnya masih ada orang-orang yang peduli terhadap kondisi 
                petani. Misalnya saya dan beberapa teman saya mendapat bantuan beasiswa dari beberapa 
                perusahaan besar. Mereka memberikan beasiswa kepada banyak anak-anak petani, 
                khususnya di kawasan sekitar Danau Toba. Saya berharap, di hari kedepan, semakin
                banyak orang-orang yang peduli dengan kondisi petani"

Jadi, begitulah kira-kira kondisi petani kita. Seperti Bonardo, misalnya. Sebenarnya, menurut undang-undang, dia belum cukup usia untuk bekerja. Akan tetapi, demi pangan dan gizi bangsa, dia rela menyisihkan wakti bermainnya, bahkan waktu belajarnya.

Wajar saja harga beras di Balige mahal, petani di sana terpaksa menjual beras dengan harga tinggi supaya bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Sekarang saya menemukan jawaban atas pertanyaan saya. 



Saya mulai menyadari, saya harus mulai berbenah, mulai dari diri sendiri. Coba ambil langkah kecil untuk memperingati hari pangan sedunia ini. Saya berjanji pada diri saya sendiri, saya tidak akan membuang-buang makanan. Hal sesederhana itu yang bisa saya lakukan sekarang. Kendati demikian, saya akan mencoba. Saya juga berharap, suatu saat nanti, kondisi para petani bangsa kita bisa lebih baik. Hidup para petani!

Ingatkah anda pada revolusi hijau? Sebuah gerakan besar-besaran yang dilakukan para petani demi menyelamatkan dunia dari kelaparan dan kekurangan pangan?

Di era perang dunia II, semua negara kondisinya memburuk. Robert Malthus pernah berkata, bahwa kemelaratan dimulai dari kekurangan makanan. Pada saat itu, perkembangan jumlah penduduk meningkat drastis, sementara produksi pangan tidak bisa mengimbanginya. Itu sebabnya, petani menerapkan konsep revolusi hijau. Semua negara mendukung para petaninya, hingga dunia pun bisa diselamatkan dari kelaparan. Ini adalah langkah baru yang bisa kita lakukan bersama. Mendukung para petani pejuang pangan.

Kita sama-sama berharap, petani bisa sejahtera bukan hanya di kala revolusi hijau, akan tetapi, menyongsong Hari Pangan Sedunia ini, petani juga bisa mendapat hikmahnya. Kita juga berharap, hari pangan sedunia tidak hanya menjadi peringatan annual di atas kalender, akan tetapi hari pangan sedunia bisa diimplementasikan nilai-nilainya demi ketahanan pangan bangsa.

Dengan membaiknya kehidupan para petani, maka kondisi pangan sedunia juga akan semakin baik. 

Saya berpamitan dengan Bonardo. Banyak pelajaran hidup yang diberikannya kepada saya. Terima kasih, Bonardo!
Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar
September 24, 2015 at 8:41 PM delete

Semoga negara kita semakin memperhatikan para petani pejuang pangan

Reply
avatar